Dalam orasi ilmiahnya yang berjudul Naskah dan Identitas Budaya, Titik Pudjiastuti menjelaskan tentang sumber data yang dapat memberikan kejelasan sejarah dan kebudayaan suatu bangsa bermacam-macam. Salah satunya adalah kesaksian tertulis yang berasal dari tangan pertama yang disebut naskah lama. Dalam studi sastra, kata dia, ilmu pengetahuan yang langsung berkaitan dengan naskah lama, adalah filologi, kodikologi, dan paleografi.
“Melalui katalog naskah Nusantara, seorang peneliti dapat mengetahui apa dan bagaimana naskah yang menjadi obyek penelitiannya. Penelitian penyusunan katalog naskah Nusantara bukan hanya untuk kepentingan ilmu pengetahuan, melainkan juga untuk tujuan penyelamatan dan pelestarian informasi budaya,” katanya kepada wartawan, Rabu (3/11/2010).
Titik melanjutkan, hingga kini tradisi penyalinan naskah Nusantara masih berjalan, dan dapat ditemukan di Bali, Lombok, Yogyakarta. Menurutnya, para pemilik naskah perorangan pada dasarnya sudah kehilangan ikatan emosional dengan leluhurnya.
“Mereka hanya tahu harus menjaga 'harta pusaka' sebaik-baiknya selain itu kurangnya dukungan pemerintah baik dalam segi pendanaan maupun perhatian terhadap pelestarian naskah Nusantara, menyebabkan banyak peneliti naskah harus mencari dana ke lembaga-lembaga asing dan rela 'harta pusakanya' dijual kepada orang asing,” tegasnya.
Berbeda dengan Djoko Marihandono yang menyampaikan pidato ilmiah berjudul Menjadi Sejarawan Profesional : Kajian Tentang Sumber Sejarah dan Metodeloginya. Menurutnya, istilah sejarawan digunakan untuk menyebut orang yang menulis sejarah, dan bukan pengajar atau penikmat sejarah.
“Sebagai orang yang menulis sejarah, diperlukan tiga kemampuan yang sangat berpengaruh pada perkembangan keilmuan, yakni kemampuan berbahasa asing, pemahaman akan sumber dan pengembangan metodologi,” tandas Djoko.
0 komentar:
Posting Komentar